PENANGANAN CEDERA LUTUT
MELALUI MASASE
Era yang semakin global menjadikan orang semakin
sibuk dengan kegiatan yang menuntut mereka harus selalu siap dalam keadaaan
apapun. Banyaknya aktivitas itu membuat orang mengabaikan kesehatan mereka
sampai mereka sadar bahwa kesehatan sangatlah penting untuk menunjang aktivitas
mereka karena tanpa kesehatan mustahil seseorang dapat melakukan aktivitas
secara maksimal. Gangguan yang sering terjadi adalah hipertensi, stres,
kelelahan yang amat sangat dan cedera pada sendi. Salah satunya adalah cedera
yang terjadi pada sendi lutut.
Seperti yang diungkapkan oleh, Hardianto Wibowo
(1995: 12) mengklasifikasikan cedera yang terjadi sewaktu melakukan olahraga,
berdasarkan anggota tubuh beserta prosentasenya yaitu 1). Kepala 1 %, 2). Leher
1,5 %, 3). Lengan 14 %, 4). Badan 1 %, 5). Punggung 16 %, 6). Tangan dan
pergelangan tangan 4 %, 7). Pinggang dan panggul 5,5 % 8). Paha 9 %, 9). Lutut
22,5 %, 10). Kaki atau tungkai bawah 10 %, 11). Tumit 14 %, 12). Telapak kaki
1,5 %. Dari pernyataan di atas cedera yang paling sering terjadi adalah cedera
lutut, punggung dan lengan.
Sendi lutut merupakan persendian yang sangat penting
dalam tubuh, karena selain berfungsi sebagai alat gerak yang cukup tinggi
mobilitasnya, juga sebagai penopang berat tubuh saat berdiri. Hal ini meningkatkan
kemungkinan untuk terjadinya cedera pada daerah tersebut saat beraktivitas,
baik saat berolahraga atau aktivitas sehari-hari. Cedera pada persendian lutut
dapat juga disebabkan oleh trauma (benturan), arthritis, atau aktivitas
sehari-hari yang berlebihan, oleh sebab itu nyeri pada lutut menjadi keluhan
yang paling banyak dirasakan oleh setiap orang. Keluhan yang dirasakan dapat
berbeda-beda, mulai dari keluhan ringan sampai berat, tergantung dari beratnya
cedera yang terjadi. Menurut Hardianto Wibowo (1995: 13) cedera secara praktis
berdasarkan berat ringannya dapat diklasifikasikan menjadi cedera ringan,
cedera sedang dan cedera berat.
Apabila seseorang sudah mengalami cedera maka harus
secepatnya dilakukan penanganan untuk menyembuhkan agar tidak semakin parah
yang bisa mengganggu aktivitas. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
penderita untuk menyembuhkan cedera yang mereka alami. Salah satunya adalah
cara alternatif yaitu dengan melakukan terapi massase.
Berdasarkan latar belakang di atas menunjukan
ternyata masih banyak orang yang belum mengetahui bahwasanya terapi massase
dapat diterapkan untuk mengobati cedera lutut. Untuk itu penulis menginginkan
menyusun sebuah karya tulis untuk membahas hal mengenai terapi masase untuk
penyembuhan cedera lutut.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi
masalah, dan batasan masalah di atas dapat diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana metode penanganan cedera lutut
melalui masase?
2.
Bagaimana keefektifan penanganan cedera
lutut melalui masase?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui penanganan cedera lutut
melalui masase
2.
memberikan informasi sebagai salah satu
usaha penyembuhan terutama bagi penderita cedera lutut untuk menggunakan terapi
masase dalam penanganan kasus cedera lutut.
3.
memberikan informasi bagi para masseur dan masseuse
A. MASASE
Kata masase berasal dari bahasa Arab “mash”
yang berarti menekan dengan lembut, atau dari Yunani “massien” yang
berarti memijat atau melulut. Masase merupakan salah satu manipulasi sederhana
yang pertama-tama ditemukan oleh manusia untuk mengelus-elus rasa sakit. Hampir
setiap hari manusia melakukan pemijatan sendiri. Semenjak 3000 tahun sebelum
masehi, masase sudah digunakan sebagai terapi. Di kawasan Timur Tengah masase
merupakan salah satu pengobatan tertua yang diakukan oleh manusia.
Menurut Tjipto Soeroso (1983: 3) masase adalah suatu
seni gerak tangan yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan dan memelihara
kesehatan. Gerak tangan secara mekanis ini akan menimbulkan rasa tenang dan
nyamam bagi penerimanya. Ahmad Rahim (1988: 1) mendefinisikan pemijatan
(masase) sebagai suatu perbuatan melulut tubuh dengan tangan (manipulasi) pada
bagian-bagian yang lunak, dengan prosedur manual atau mekanik yang dilaksanakan
secara metodis dengan tujuan menghasilkan efek fisiologis, profilaktif, dan
terapeutik bagi tubuh.
Menurut Susan (2001: 10) masase merupakan bentuk
sentuhan terstruktur dengan menggunakan tangan atau kadang-kadang bagian tubuh
yang lain seperti lengan atas dan siku digunakan untuk menggerus kulit dan
memberikan tekanan pada otot-otot dalam. Menurut Tarumetor (2000: 1-2) masase
adalah suatu metode refleksologi yang bertujuan untuk memperlancar kembali aliran
darah, dengan penekanan-penekanan atau pijatan-pijatan kembali aliran darah
pada titik-titik sentra refleks. Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh
Kardinal (1990: 7-8) bahwa massage merupakan suatu tindakan yang
bertujuan untuk menyembuhkan suatu penyakit melalui urat-urat saraf dan
memperlancar peredaran darah.
Menurut Toru Namikoshi (2006: 8) masase adalah suatu
metode preventif dalam perawatan kesehatan untuk meningkatkan gairah hidup,
menghilangkan rasa letih, dan merangsang daya penyembuhan tubuh secara alamiah
dengan jalan memijat titik-titik tertentu pada tubuh.
Tjipto Soeroso (1983: 9) dalam bukunya yang berjudul
Ilmu Lulut Olahraga (Sports Massage) menyatakan bahwa dalam
perkembangannya, masase dapat dibedakan menjadi beberapa macam, di antaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Sport massage adalah masase yang khusus
diberikan kepada orang yang sehat badannya, terutama olahragawan karena
pelaksanannya memerlukan terbukanya hampir seluruh tubuh. Tujuan sport
massage adalah:
a.
Memperlancar peredaran darah.
b.
Merangsang persarafan terutama saraf tepi untuk
meningkatkan kepekaan rangsang.
c.
Meningkatkan ketegangan otot dan meningkatkan
kekenyalan otot untuk meningkatkan daya kerja otot.
d.
Mengurangi atau menghilangkan ketegangan saraf dan mengurangi
rasa sakit.
2.
Segment massage adalah masase yang ditujukan
untuk membantu penyembuhan terhadap gangguan atau kelainan-kelainan fisik yang
disebabkan oleh penyakit tertentu. Ada beberapa macam segment massage salah
satunya adalah masase terapi.
3.
Cosmetic massage adalah masase yang khusus
ditujukan untuk memelihara serta meningkatkan kecantikan muka serta keindahan
tubuh berserta bagian-bagiannya.
4.
Masase yang lain seperti; shiatshu, refleksi, tsubo,
dan erotic massage.
Macam-macam manipulasi dalam masase dan pengaruhnya. Manipulasi yang
dimaksud adalah cara menggunakan tangan untuk melakukan masase pada
daerah-daerah tertentu serta untuk memberikan pengaruh tertentu pula. Ahmad
Rahim (1988: 1) mengemukakan manipulasi pokok masase adalah:
1.
Effleurage (menggosok), yaitu gerakan ringan
berirama yang dilakukan pada seluruh permukaan tubuh. Tujuannya adalah
memperlancar peredaran darah dan cairan getah bening (limfe).
2.
Friction (menggerus), yaitu gerakan menggerus
yang arahnya naik dan turun secara bebas. Tujuannya adalah membantu
menghancurkan miogelosis, yaitu timbuan
sisa-sisa pembakaran energi (asam laktat) yang terdapat pada otot yang
menyebabkan pengerasan pada otot.
3.
Petrissage (memijat), yaitu gerakan menekan
kemudian meremas jaringan. Tujuannya adalah untuk mendorong keluarnya sisa-sisa
metabolisme dan mengurangi ketegangan otot.
4.
Tapotemant (memukul), yaitu gerakan pukulan
ringan berirama yang diberikan pada bagian yang berdaging. Tujuannya adalah
mendorong atau mempercepat aliran darah dan mendorong keluar sisa-sisa
pembakaran dari tempat persembunyiannya.
5.
Vibration (menggetarkan), yaitu gerakan
menggetarkan yang dilakukan secara manual atau mekanik. Mekanik lebih baik daripada
manual. Tujuannya adalah untuk merangsang saraf secara halus dan lembut agar
mengurangi atau melemahkan rangsang yang berlebihan pada saraf yang dapat
menimbulkan ketegangan.
Tjipto Soeroso (1983: 21) mengatakan bahwa di dalam memasase harus
memperhatikan beberapa hal, salah satunya adalah indikasi dan kontraindikasi
dalam masase.
1. Indikasi
Indikasi merupakan
suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat diberikan manipulasi masase, serta
masase tersebut akan memberikan pengaruh yang positif terhadap tubuh. Indikasi
dalam masase adalah:
a. Keadaan
tubuh yang sangat lelah.
b.
Kelainan-kelainan tubuh
yang diakibatkan pengaruh cuaca atau kerja yang kelewat batas (sehingga otot
menjadi kaku dan rasa nyeri pada persendian serta gangguan pada persarafan).
2. Kontraindikasi
Kontraindikasi
atau pantangan terhadap masase adalah sebagai keadaan atau kondisi tidak tepat
diberikan masase, karena justru akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
tubuh itu sendiri. Kontra- indikasi dalam masase adalah:
a.
Pasien dalam keadaan menderita penyakit menular.
b.
Dalam keadaan menderita pengapuran pembuluh darah
arteri.
c.
Pasien sedang menderita penyakit kulit. Adanya
luka-luka baru atau cedera akibat berolahraga atau kecelakaan.
d.
Sedang menderita patah tulang, pada tempat bekas luka,
bekas cedera, yang belum sembuh betul.
e.
Pada daerah yang mengalami pembengkakan atau tumor yang
diperkirakan sebagai kanker ganas atau tidak ganas.
B. MASASE TERAPI
Semenjak 3000 tahun sebelum masehi masase sudah
digunakan sebagai terapi di kawasan Timur Tengah, sehingga masase merupakan
pengobatan tertua yang dilakukan oleh manusia. Di Yunani Kuno pada tahun 5 SM,
Hipocrates memberikan rekomendasi bahwa untuk menjaga kesehatan hendaknya
dilakukan pemijatan. Para dokter Yunani terbiasa mengobati orang yang sakit
nyeri dan kekakuan sendiri dengan menggunakan cara pemijatan sendiri pada
bagian yang nyeri dan kaku. Relaksasi dan penyembuhan masase telah diakui
dengan baik selama 5000 tahun terakhir.
Popularitas masase melambung tinggi pada abad ke-19,
sewaktu Perhenrikling, seorang akademisi dan guru anggar di Swedia, menciptakan
dasar-dasar untuk masase yang sekarang dikenal dengan masase swedia. Masase
swedia digunakan untuk menangani jaringan-jaringan lembut pada tubuh. Masase
swedia merupakan gabungan efek relaksasi dengan olahraga yang khusus ditujukan
untuk melenturkan persendian-persendian dan otot-otot, namun masih didasarkan
pada bentuk masase pada zaman kuno.
Pada tahun 1970-an George Downing membuat buku yang
berjudul The Massage Book, buku ini memperkenalkan suatu konsep baru
tentang keseluruhan teknik masase, yakni ahli terapi hendaknya menilai keadaan
orang bersangkutan secara keseluruhan dan bukan dari sisi fisiknya saja.
Keadaan emosional dan mental merupakan bagian dari keseluruhan gambaran tubuh.
Yang juga digabungkan dalam bentuk pemijatannya adalah metode-metode yang
digunakan dalam refleksologi dan shiatsu, pijat ini dikenal dengan nama pijat
terapeutik (masase terapi).
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 935)
terapi adalah suatu usaha untuk menyembuhkan suatu penyakit atau mengembalikan
kondisi seseorang setelah mengalami kelainan tertentu. Di sisi lain dikatakan,
masase adalah suatu manipulasi dengan menggunakan tangan, dengan bebagai
variasi gerakan. Jadi, terapi masase adalah suatu usaha penyembuhan suatu
penyakit atau mengembalikan kondisi seseorang setelah mengalami kelainan
tertentu dengan maipulasi menggunakan tangan dengan berbagai variasi gerakan.
Masase terapi merupakan salah satu jenis masase yang
digunakan untuk menangani cedera. Tujuan masase terapi adalah (1) memperlancar
peredaran darah dan cairan getah bening, (2) mereposisikan bagian tubuh yang
mengalami cedera dislokasi khususnya pada sendi ke posisi semula, dan (3)
memanfaatkan relaksasi, perangsangan, dan penyegaran untuk menghasilkan
kesehatan yang prima. Macam-macam manipulasi masase terapi dan tujuan dari
tiap-tiap manipulasi masase terapi untuk menangani kasus cedera lutut (knee
injury) adalah:
1.
Menekan pada titik akupresur. Tujuannya
adalah memberikan rangsangan nyeri. Ketika otot ditekan akan timbul shock,
otot akan menjadi rileks. Keadaan ini yang akan mempermudah guna melakukan
manipulasi berikutnya.
2.
Friction (menggerus)
adalah merupakan gerakan menggerus melingkar yang bertujuan untuk menghancurkan
miogelosis atau sisa-sisa metabolisme tubuh yang menyebabkan otot menjadi kaku.
3.
Strocking Effleurage adalah
gerakan menggosok dengan menggunakan ibu jari pada daerah tubuh yang mengalami
cedera. Gerakan strocking effleurage adalah menggosok dengan mengunakan
ibu jari dengan arah menyilang yang disertai dengan tekanan. Tujuannya adalah
untuk merilekskan otot yang kaku, membantu menghancurkan miogelosis yang
terdapat di otot, memperlancar peredaran darah dan cairan getah bening (limfe).
4.
Traksi (tarikan) adalah gerakan menarik
yang bertujuan untuk memposisikan bagian tubuh yang mengalami cedera khususnya
pada daerah sendi ke posisi semula dan membebaskan perlengketan.
5.
Effleurage adalah
gerakan menggosok ringan berirama yang dilakukan pada seluruh permukaan tubuh
yang mengalami cedera. Manipuasi effleurage ini dilakukan terakhir.
Dengan tujuan untuk mengurangi rasa sakit (memar), memperlancar peredaran darah
sehingga mempercepat pengangkutan sisa-sisa metabolisme, dan memberikan
perasaan tenang.
C. CEDERA
1. Hakikat
Cedera
Cedera olahraga
merupakan masalah yang klasik dalam dunia olahraga, dan kejadiannya sulit
dihindari. Gambaran tentang olahragawan yang ceera dapat dilihat di gua-gua
Lascaux dan Altemira yang telah berusia antara 30.000-100.000 tahun. Menurut
(Woeryati Soekarno, 2002: 1) yang dikutip oleh Ali Satia Graha, Yunani adalah
negara tempat asal mula Olympiade (kuno) berlangsung, pada masa itu bahkan
telah membuat undang-undang tentang cedera olahraga. Cedera olahraga adalah
segala macam cedera yang timbul pada waktu latihan, pertandingan, maupun
sesudah pertandingan (Hardianto Wibowo, 1995: 11). Cedera merupakan rusaknya
jaringan lunak/keras yang disebabkan oleh adanya kesalahanteknis, benturan,
atau aktivitas fisik yang melebihi batas beban latihan, yang dapat menimbulkan
rasa sakit dan akibat dari kelebihan latihan melalui pembebanan latihan yang
terlalu berat menjadikan otot dan tulang tidak lagi dalam keadaan anatomis (G.
La. Cava, 1995: 145).
D. MACAM CEDERA OLAHRAGA
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 15). Cedera olahraga
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Cedera ringan atau cedera tingkat pertama,
ditandai dengan adanya robekan yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop,
denagan keluhan minimal dan hanya sedikit saja atau tidak menggangu performance
olahragawan yang bersangkutan. Andun Sudijandoko (2000: 12) berpendapat
pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat
mengganggu penampilan olahragawan, misalnya: lecet, memar, sprain yang
ringan.
2.
Cedera sedang atau cedera tingkat dua,
ditandai dengan kerusakan jaringan yang nyata, nyeri, bengkak, berwarna
kemerahan dan panas, dengan ganguan fungsi yang nyata dan berpengaruh pada performance
atlet yang bersangkutan. Andun Sudijandoko (2000: 12) berpendapat pada
cedera ini kerusakan jaringan lebih nyata; berpengaruh pada olahragawan,
keluhan bisa berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi (tanda-tanda implamasi)
misanya: lebar otot, tendon-tendon, robeknya ligamen.
3.
Cedera berat atau cedera tingkat tiga,
pada cedera ini terjadi robekan lengkap atau hampir lengkap pada otot,
ligamentum, dan fraktur pada tulang, yang memelurkan istirahat total,
pengobatanya intensif, bahkan mungkin operasi. Andun Sudijandoko (2000: 12)
berpendapat pada cedera ini atlet perlu penanganan yang intensif, istirahat
total dan mungkin perlu tindakan bedah, terdapat pada robekan lengkap.
4.
Secara umum macam-macam cedera yang
mungkin terjadi adalah: cedera memar, cedera ligamentum, cedera pada otot dan
tendo, perdarahan pada kulit, dan pingsan (Taylor, 1997: 63). Struktur jaringan
di dalam tubuh yang sering terlibat dalam cedera olahraga adalah: otot, tendo,
tulang, persendian termasuk tulang rawan, ligamen, dan fasia (Mirkin &
Hoffman, 1984: 107).
a.
Memar
Memar adalah cedera
yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah
permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan
seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
Menurut Morgan (1993:
65) Adapun pencegahan dan penanganan pada cedera memar adalah sebagai berikut:
1)
Kompres dengan es selama 12 menit sampai
dengan 24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
2)
Istirahat untuk mencegah cedera lebih
parah dan mempercepat penyembuhan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
b.
Cedera pada Otot atau Tendo dan Ligamen
Menurut Hardianto
Wibowo (1995: 22) ada dua jenis cedera pada otot atau tendo dan ligamentum,
yaitu:
1)
Sprain
Menurut Sadoso (1995:
11-14) “sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera ini yang paling
sering terjadi pada berbagai cabang olahraga.” Giam & Teh (1993: 92)
berpendapat bahwa sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya
robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang
mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.
Berdasarkan berat
ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
a)
Sprain Tingkat
I
Pada cedera ini
terdapat sedukit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang
putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada
daerah tersebut.
b)
Sprain Tingkat
II
Pada cedera ini lebih
banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut
ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan,
efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
c)
Sprain Tingkat
III
Pada cedera ini seluruh
ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah. Persendian yang bersangkutan
merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat
bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan–gerakan yang abnormal.
2)
Strain
Menurut Giam & Teh
(1992: 93) “strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo
karena penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan.”
Berdasarkan berat ringannya cedera, strain dibedakan menjadi 3 tingkatan,
(Sadoso, 1995: 15) yaitu:
a)
Strain Tingkat
I
Pada strain tingkat
I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan pada
jaringan muscula tendineus.
b)
Strain Tingkat
II
Pada strain tingkat
II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini menimbulkan
rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
c)
Strain Tingkat
III
Pada strain tingkat
III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus. Biasanya hal ini
membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat ditetapkan.
Cedera dalam olahraga dapat
diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu tipe akut dan tipe kronis. Tipe akut
merupakan cedera yang terjadi pada tahap awal dengan tanda dan gejala berupa
tanda peradangan yang jelas seperti: (1) nyeri yang timbul secara mendadak, (2)
kenaikan suhu pada area lokal radang, (3) pembengkakan, (4) eritema atau
kemerahan yang timbul akibat reaksi vasodilatasi lokal serta (5) pengurangan
kapasitas gerakan. Sedangkan tipe kronis merupakan jenis cedera yang terjadi
akibat cedera akut yang tidak pulih sempurna. Tanda dan gejala nyeri kronis
antara lain : (1) nyeri yang hanya timbul pada saat aktivitas dan perasaan
tidak nyaman.
E. SENDI LUTUT
Sendi lutut adalah salah satu sendi terbesar pada
tubuh. Sendi ini dibentuk oleh dua tulang yaitu tulang femur (paha) dan tulang
tibia (betis) dan dihubungkan oleh empat ligament yang sangat kuat. Ligamen ini
berfungsi untuk menstabilkan dan mengontrol gerakan pada sendi lutut. Diantara
kedua tulang ini terdapat bantalan yang disebut meniscus. Semua bangunan pada
sendi lutut ini beresiko mengalamai kerusakan.
Menurut Robert J. McAlindon, M.D, otot-otot
quadriceps atau otot paha depan (rectus femoris, vastus medialis, vastus
intermedius, dan vastus lateralis) melekat pada patella dan retinaculum
ekstensor. Otot-otot ini betindak bersama untuk mengekstensikan (meluruskan)
lutut dan mengendalikan gerakan patella dari samping ke samping. Cartilago pada
permukaan bawah patella adalah yang paling tebal dari yang ditemukan di bagian
tubuh. Kartilago sendi yang tebal ini bertindak sebagai bantalan, peredam kejut
pada sendi penumpu yang paling hebat pada tubuh selama proses perlambatan.
Seluruh sendi lutut ditutupi oleh ketebalan, yaitu
jaringan fibrous pada kapsul. Kapsul ini terdiri dari lapisan (sinovium) yang
memproduksi cairan untuk melumasi sendi dan mengurangi gesekan serta
melicinkan. Lapisan kapsul paling luar terdiri dari retinaculum ekstensoris,
yang dibentuk oleh tendon berbentuk lembaran-lembaran yang meneruskan otot
quadriceps ke tulang tibia pada sisi yang lain dari patella. Jaringan fibrous
ini berbentuk tebal, berupa pita yang kuat atau struktur seperti untaian, yang
dikenal sebagai ligament, yang menstabilisasi patella dan membantuk mencegah
gerakan abnormal. Otot dan ligament harus bekerja bersama dalam keseimbangan
untuk memelihara gerakan patella yang normal ketika lutut bergerak fleksi dan
ekstensi. Jika kekuatann otot tidak seimbang atau terdapat kerobekan pada
ligament atau retinakulum, patellabisa mengalami dislokasi atau meleset dan
bergerak abnormal. Tendon patella merupakan perpanjangan dari mekanisme
ekstensor dan menghubungakn patella pada ujung atas tulang tibia. Bantalan
lemak yang berada di bawah tendon patella membantu mengurangi gesekan antara
patella dengan tibia.
Gambar 1. Penampang
lutut dari depan
Sumber: Soetrisno.
(2006). http://www.indomedia.com
Gambar 2. Penampang
lutut dari samping
Sumber: Knee Injuries.
Australian Physiotherapy Association. 2003
Gambar 3. Penampang
lutut dari belakang
Sumber: Physiotherapy |
Hotlinks: DiggIt! Del.icio.us
Dalam diktat anatomi manusia FIK UNY disebutkan bahwa
gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi lutut adalah fleksi, ekstensi, dan
rotasi (lateral/medial).
a.
Fleksi dilakukan oleh penggerak utama, yaitu m. biceps
femoris, m. Semitendinosus, m. Semimembranosus.
b.
Ekstensi dilakukan oleh penggerak utama yaitu: m.
Quadricep femoris ( rectur femoris, vastus lateralis, vastus medialis, vastus
intermedius).
c.
Rotasi lateral atau exorotasi dilakukan oleh m. Bicep
femoris (bila lutut ditekuk).
d.
Rotasi medial atau endorotasi dilakukan oleh otot-otot
m. Semitendinosus, m. Semimembranosus, m. Sartorius, dan m. Gracilis.
Ada dua macam tipe cedera pada sendi lutut yaitu tipe akut dan tipe
overuse (Knee Injuries. Australian Physiotherapy Association. 2003).
a.
Cedera akut
Cedera akut merupakan hasil dari trauma atau benturan yang mendadak,
seperti jatuh tiba-tiba, collision atau sendi lutut terpuntir. Cedera akut
khususnya terjadi pada garis tegak lurus pada ruang gerakan alami lutut
(Taylor, 1997: 139).
b.
Cedera overuse
Cedera overuse merupakan hasil dari aktivitas yang berlangsung lama atau
overload, seperti berlari, meloncat, bersepeda, dll. Hal ini dimulai secara
tiba-tiba dan biasanya berhubungan dengan berbagai faktor seperti struktural
atau masalah biomekanik, metode latihan, alas kaki, teknik atau gaya berlari.
Cedera overuse biasanya terjadi secara perlahan-lahan (bersifat kronis).
Gejala-gejalanya dapat ringan yaitu kekakuan otot, strain, sprain, dan
yang paling berat adalah terjadinya stress factur (Hardianto Wibowo,
1995:13).
F. PENATALAKSANAAN CEDERA LUTUT
Cedera lutut sering kali menjadi problem yang kronis
apabila tidak ditangani secara tepat dan cepat. Proses rehabilitasi hanya boleh
dilakukan apabila nyeri telah menghilang atau minimal.
Menurut
Hardianto Wibowo (1995: 16) penanganan cedera dibagi menjadi 4 tahap:
1.
Segera setelah terjadi cedera (0 jam-24
jam s/d 36 jam)
Menurut
Crant (2001: 4) yang dikutip oleh Novita Intan Arovah, prinsip awal penanganan
cedera atau dikenal sebagai penanganan fase pertama adalah RICE yang meliputi
(1) rest atau beristirahat, (2) ice atau kompres dingin, (3) compression
atau pembebatan, dan (4) elevation atau pengangkatan bagian cedera
di atas letak jantung.
Rest
(istirahat)
yang dilakukan dalam artian menghindari penggunaan yang berlebihan dan bukan
menonaktifkan total gerakan lutut. Memberi istirahat bagian tubuh yang cedera
akan mencegah bertambah sangatnya cedera dan menghindari perubahan-perubahan
peradangan lebih lanjut (Giam & Teh, 1993: 160). Rest ini tujuannya
sama dengan fungsiolesi, supaya perdarahan lekas berhenti dan mengurangi
pembengkakan (Hardianto Wibowo, 1995: 16). Aktivitas ringan harus diusahakan
untuk tetap dilakukan untuk menghindari atrofi, penurunan kondisi jaringan dan
penurunan suplai darah pada area tersebut yang dapat memperlambat proses
pemulihan. Nyeri merupakan petunjuk terbaik untuk menentukan tipe dan aktivitas
yang memadahi.
Ice
(kompres
es) direkomendasikan selama peradangan masih berlangsung. Es dapat mengurangi
proses inflamasi dengan cara memperlambat metabolisme lokal serat dapat
mengurangi nyeri serta kekakuan otot. Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16) ice
bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan pendarahan, mengurangi
pembengkakan, serta mengurangi rasa sakit. Cara mengompres yaitu dengan jalan
membungkus es dengan kain tipis kemudian mengkompreskannya pada bagian yang
nyeri selama 20-30 menit sebanyak 4 kali dalam sehari. Untuk menghindari cedera
karena dingin atau frostbite tidak dipekenankan mengkompres lebih dari
30 menit.
Compression
(pembebatan)
dapat dilakukan dengan bebat elastik, gips lunak, splinter dan peralatan
bebat lainnya yang masih memungkinkan terjadinya pergerakan. Tujuan dari
pembebatan ini adalah untuk mengurangi pembengkakan akibat perdarahan yang
dihentikan oleh ikatan tadi, untuk mengurangi pergerakan (Hardianto Wibowo,
1995: 17). Perlu juga diperhatikan dalam hal pembebatan karena apabila ikatan
itu terlalu kencang maka pembuluh darah arteri tidak akan bisa mengalirkan
darah ke bagian distal ikatan. Hal ini akan menyebabkan kematian dari
jaringan-jaringan di sebelah distal ikatan. Menurut Hardianto wibowo (1995: 18)
ikatan yang terlalu kencang yaitu apabila: a. Denyut nadi bagian distal
terhenti/tidak terasa, b. Cedera semakin membengkak, c. Si penderita mengeluh
kesakitan, d. Warna kulit pucat kebiru-biruan.
Elevation
(pengangkatan)
dilakukan dengan jalan mengusahakan daerah cedera berada di atas jantung. Kedua
jalan di atas dilakukan untuk mengurangi peradangan dan meningkatkan venous
return jantung. Tujuannya adalah supaya perdarahan terhenti dan
pembengkakan dapat segera berkurang. Karena aliran darah arteri menjadi lambat
(melawan gaya tarik bumi) sehingga perdarahan mudah terhenti. Sedangkan aliran
vena menjadi lancar, sehingga pembengkakan berkurang. Dengan demikian
hasil-hasil jaringan yang rusak akan lancar dibuang oleh aliran darah balik dan
pembuluh limfe (Hardianto Wibowo, 1995: 18).
2.
Setelah cedera 24-36 jam
Pada
tahap pertama kita menggunakan metode RICE dan untuk tahap kedua ini kita
terapkan metode heat treatment atau kompres panas. Pemberian kompres
panas diberikan setelah bagian yang cedera sudah hampir sembuh dan bisa
digerakkan lagi. Tujuan dari tahap ini adalah menceraiberaikan traumatic
effusion (cairan plasma darah yang keluar masuk disekitar tempat cedera),
hingga mudah diangkutoleh pembuluh darah balik dan limfe. Selain itu
memperlancar proses penyembuhan dan dapat mengurangirasa sakit karena kejangnya
otot (kekakuan otot).
3.
Jika bagian yang cedera dapat digunakan
dan hampir normal.
Tindakannya
adalah membiasakan jaringan yang cedera tanpa mempergunakan alat bantu, misal
tanpa decker, ataupun balut tekan. Pada tahap ini masase dapat dilakukan untuk
mempercepat penyembuhn. Otot-otot di daerah cedera harus dilatih demikian juga
gerakan-gerakan pada persendian secara perlahan-lahan dari gerakan pasif hingga
aktif.
4.
Jika bagian cedera sudah sembuh dan
latihan dapat dimulai.
Latihan
penguatan otot dan ligamen sangat penting kita terapkan agar pemulihan lebih
cepat dan dapat berfungi secara normal. Latihan ini bertujuan juga untuk
menguatkan otot dari tarikan-tarikan dan tekanan pada cabang olahraga yang
digeluti sang atlit.
Penatalaksanaan
cedera lutut dapat juga dilakukan dengan memberikan terapi massase yang akan
mempercepat kesembuhan. Massase terapi yang dilakukan pada rehabilitasi cedera
lutut yaitu menggunakan teknik massase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dengan teknik gosokan (effleurage)
yang menggunakan ibu jari untuk merilekskan atau menghilangkan ketegangan otot.
Setelah itu dilakukan penarikan (traksi) dan pengembalian (reposisi) sendi
lutut pada tempatnya (Ali Satia Graha, 2004).
1.
Posisi tidur terlentang
a.
Lakukan manipulasi massase dengan
menekan titik pada pangkal paha bagian luar dan dalam. Lakukan beberapa detik
agar lebih maksimal.
b.
Lakukan manipulasi massase dengan
menekan titik pada samping lutut/ligamen lutut pada bagian luar dan dalam.
Lakukan beberapa saat agar lebih maksimal.
c.
Lakukan manipulasi massase dengan
menekan titik pada ujung otot gastrocnemius beberapa saat.
d.
Lakukan manipulasi massase dengan
menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluerage),
pada otot-otot fleksor/otot gastrocnemeus bagian depan ke arah atas
dengan posisi lutut diluruskan kembali.
2.
Posisi tidur telungkup
a.
Lakukan manipulasi massase dengan
menekan titik pada pangkal paha bagian luar. Lakukan beberapa detik agar lebih
maksimal.
b.
Lakukan manipulasi massase dengan
menekan titik pada ujung otot hamstring di atas ligament lutut.
c.
Lakukan manipulasi massase dengan
menekan titik pada ujung otot gastrocnemius beberapa saat.
d.
Lakukan manipulasi massase dengan
menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluerage),
pada otot gastrocnemius ke arah atas.
3.
Traksi dan reposisi pada lutut dengan
posisi terlentang.
Lakukan
traksi dengan posisi kedua tangan memegang pergelangan kaki. Kemudian tarik ke
arah bawah secara pelan-pelan dan putar tungkai setengah lingkaran ke arah
samping dalam dan luar dengan kondisi tungkai dalam keadaan tertarik.
Menurut
Ali satya graha dalam bukunya Masase terapi cedera olahraga metode Ali satia graha
Masase terapi yang dilakukan pada rehabilitasi cedera lutut menggunakan teknik
masase dengan cara menggabungkan teknik gerusan dengan teknik gosokan yang
menggunakan ibu jari untuk merelakskan atau menghilangkan ketegangan otot.
Setelah itu, dilakukan penarikan dan pengembalian sendi lutut pada tempatnya.
a.
Posisi Tidur Terlentang
|
Gambar a.1. Lakukan
teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan
gosokan pada otot quadriseps femoris ke arah
atas.
|
Gambar a.2. Lakukan
teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan
gosokan pada samping lutut/ligamen lutut pada bagian dalam dan luar.
|
Gambar a.3. Lakukan
teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan
gosokan pada otot-otot fleksor/otot gastrocnemius bagian
depan ke arah atas.
b.
Posisi Tidur Telungkup
|
Gambar b.1. Lakukan
teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan
gosokan pada otot hamstring ke arah atas.
|
Gambar b.2. Lakukan
teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan
gosokan pada ligamen sendi lutut bagian belakang ke
arah atas.
|
Gambar b.3. Lakukan
teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan
gosokan pada otot gastrocnemius ke arah
atas.
c.
Posisi Traksi dan Reposisi pada
Lutut dengan Posisi Badan Tidur Terlentang
|
Gambar c. Lakukan
traksi dengan posisi kedua tangan memegang satu pergelangan kaki. Kemudian,
traksi/tarik ke arah bawah secara pelan-pelan dan putar tungkai setengah
lingkaran ke arah samping dalam dan samping luar dengan kondisi tungkai dalam
keadaan tertarik.
Berdasarkan hasil data dari
beberapa sumber yang diperoleh penulis dan pembahasan pada bab sebelumnya,
kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwasannya terapi masase dapat mengurangi
cedera lutut secara signifikan, dengan tingkat keberhasilan cukup tinggi. Terapi
masase dapat secara signifikan mengurangi tanda peradangan yang meliputi
tingkat panas, merah, bengkak dan tingkat kekakuan, dengan persentase
keberhasilan yang paling besar adalah dalam mengurangi tingkat kekakuan. Terapi
masase secara signifikan dapat mengurangi rasa nyeri pada gerak fleksi,
ekstensi, endorotasi, dan eksorotasi. Persentase keberhasilan yang paling besar
adalah dalam mengurangi tingkat nyeri pada gerak ekstensi.
Terapi masase dapat menjadi solusi dalam meringankan cedera lutut. Teknik
terapi yang digunakan dalam terapi masase dapat meringankan cedera lutut.
Cedera merupakan hal yang wajar terjadi dan dapat terjadi pada siapa saja.
Kecepatan penanganan yang cepat dan pemilihan teknik terapi yang tepat akan
mempercepat kesembuhan cedera. Terapi masase dapat dijadikan sebagai alternatif
untuk mengurangi cedera lutut.
Berdasarkan kesimpulan dari tulisan diatas, maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut: menggunakan dan memilih jenis terapi
penanganan cedera yang tepat untuk dapat menyembuhkan cedera yang dialami
secara efektif. Mengembangkan
penelitian dengan melakukan penelitian efektifitas terapi masase dalam
mengatasi jenis cedera yang lain, dan mengembangkan penelitian pada tingkat
populasi yang lebih beragam.
salam Olahraga...
BalasHapusmantap sekali gan... terimakasih artikelnya, sangat bermanfaat
sip
BalasHapus